b. Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Keadaan tersebut terus berlangsung sepanjang masa Rasulullah SAW.
Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, hal itu masih berlangsung di tahun
pertama kekhilafahannya (11 H/632 M). Jika datang harta kepadanya dari
wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah, Abu Bakar membawa harta
itu ke Masjid Nabawi dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang
berhak menerimanya. Untuk urusan ini, Khalifah Abu Bakar telah
mewakilkan kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Hal ini diketahui dari
pernyataan Abu Ubaidah bin Al Jarrah saat Abu Bakar dibai’at sebagai
Khalifah. Abu Ubaidah saat itu berkata kepadanya, “Saya akan membantumu
dalam urusan pengelolaan harta umat.” (Zallum, 1983)
Kemudian pada tahun kedua kekhilafahannya (12 H/633 M), Abu Bakar
merintis embrio Baitul Mal dalam arti yang lebih luas. Baitul Mal bukan
sekedar berarti pihak (al- jihat) yang menangani harta umat, namun juga
berarti suatu tempat (al-makan) untuk menyimpan harta negara. Abu Bakar
menyiapkan tempat khusus di rumahnya ? berupa karung atau kantung
(ghirarah) ? untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke Madinah. Hal ini
berlangsung sampai kewafatan beliau pada tahun 13 H/634 M.
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam
masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai
Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat
dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh
lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa
Abu Bakar ? yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang ? membawa
barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan
pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan
Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu
Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda
melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum
muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan
nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah
(pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya
pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan
(ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan
seseorang secara sederhana, yakni 4.000 dirham setahun yang diambil dan
Baitul Mal.
Menjelang ajalnya tiba, karena khawatir terhadap santunan yang
diterimanya dari Baitul Mal, Abu Bakar berpesan kepada keluarganya
untuk mengembalikan santunan yang pernah diterimanya dari Baitul Mal
sejumlah 8.000 dirham. Ketika keluarga Abu Bakar mengembalikan uang
tersebut setelah beliau meninggal, Umar berkomentar, “Semoga Allah
merahmati Abu Bakar. Ia telah benar-benar membuat payah orang-orang
yang datang setelahnya.” Artinya, sikap Abu Bakar yang mengembalikan
uang tersebut merupakan sikap yang berat untuk diikuti dan dilaksanakan
oleh para Khalifah generasi sesudahnya (Dahlan, 1999).