f. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani
Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada
masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai
amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani
Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa
dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat. (Dahlan, 1999)
Keadaan di atas berlangsung sampai datangnya Khalifah ke-8 Bani
Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720 M). Umar
berupaya untuk membersihkan Baitul Mal dari pemasukan harta yang tidak
halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.
Umar membuat perhitungan dengan para Amir bawahannya agar mereka
mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak
sah. Di samping itu, Umar sendiri mengembalikan milik pribadinya
sendiri, yang waktu itu berjumlah sekitar 40.000 dinar setahun, ke
Baitul Mal. Harta tersebut diperoleh dan warisan ayahnya, Abdul Aziz
bin Marwan. Di antara harta itu terdapat perkampungan Fadak, desa di
sebelah utara Mekah, yang sejak Nabi SAW wafat dijadikan rnilik negara.
Namun, Marwan bin Hakam (khalifah ke-4 Bani Umayah, memerintah 684-685
M) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadinya dan
mewariskannya kepada anak-anaknya. (Dahlan, 1999)
Akan tetapi, kondisi Baitul Mal yang telah dikembalikan oleh Umar bin
Abdul Aziz kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama.
Keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi Baitul Mal, dan
keadaan demikian berkepanjangan sampai masa Kekhilafahan Bani
Abbasiyah. Dalam keadaan demikian, tidak sedikit kritik yang datang dan
ulama, namun semuanya diabaikan, atau ulama itu sendiri yang
diintimidasi agar tutup mulut. lmam Abu Hanifah, pendiri Madzhab
Hanafi, mengecam tindakan Abu Ja’far Al Mansur (khalifah ke-2 Bani
Abbasiyah, memerintah 754-775 M), yang dipandangnya berbuat zalim dalam
pemerintahannya dan berlaku curang dalam pengelolaan Baitul Mal dengan
memberikan hadiah kepada banyak orang yang dekat dengannya.
lmam Abu Hanifah menolak bingkisan dan Khalitah Al Mansur. Tentang
sikapnya itu Imam Abu Hanifah menjelaskan, “Amirul Mukminin tidak
memberiku dari hartanya sendiri. Ia memberiku dari Baitul Mal, milik
kaum muslimin, sedangkan aku tidak memiliki hak darinya. 0leh sebab
itu, aku menolaknya. Sekiranya Ia memberiku dari hartanya sendiri,
niscaya aku akan menerimanya.”
Namun bagaimana pun, terlepas dari berbagai penyimpangan yang terjadi,
Baitul Mal harus diakui telah tampil dalam panggung sejarah Islam
sebagai lembaga negara yang banyak berjasa bagi perkembangan peradaban
Islam dan penciptaan kesejahteraan bagi kaum muslimin. Keberadaannya
telah menghiasi lembaran sejarah Islam dan terus berlangsung hingga
runtuhnya Khilafah yang terakhir, yaitu Khilafah Utsmaniyah di Turki
tahun 1924.